
GAMBUT TROPIKA KALTENG MILIKI KEKAYAAN HAYATI UNIK
Palangkaraya,22/8 (ANTARA)- Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) boleh
berbangga memiliki hamparan luas lahan gambut tropika yang ternyata di
lahan semacam ini memiliki kekayaan hayati dan non hayati melimpah.
Seperti penuturan seorang peneliti senior, Universitas Palangkaraya
(Unpar) Kalteng, Prof DR H. Ciptadi, MS di Palangkaraya, Sabtu, lahan
gambut tropika memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri dibandingkan
lahan lainnya.
Kekayaan hayati di lahan gambut tropika Kalteng dibuktikan dengan
“biodiversitas” (keanekaragaman hayati) yang sangat besar, kata Doktor
(S3) Kimia Biomolekul di ENSCM Universitas Montpellier II-Perancis,
lulus tahun 2003 ini.
H.Ciptadi yang dikenal sebagai Ketua Lembaga Penelitian Unpar ini
menyebutkan di Taman Nasional (TN) Tanjung Puting, Kabupaten
Kotawaringin Barat (Kobar) dan Sungai Sebangau terdapat sedikitnya 310
spesies tanaman.
Disana juga terdapat fitoplankton yang hanya hidup dan berada di kawasan ekosistem air hitam (black water ecosystem).
“Sumber Daya Alam (SDA) Kalteng melimpah ruah, kekayaan ini harus kita jaga dan hendaknya dikelola dengan baik,” katanya.
Jenis-jenis tumbuhan dari berbagai ekotipe hutan tropis Kalteng
hendaknya didata secara lengkap, seperti penyebaran, penggunaan
tradisional, kandungan kimia dan aktivitas biologisnya.
Disamping itu, kata guru besar bidang biokimia/kimia organik Unpar ini,
dirasa perlu kaderisasi peneliti untuk bisa melanjutkan estafet
penggalian dan pengembangan biota Kalteng, khususnya yang terkait
dengan aktivitas biologis yang dimiliki tumbuhan tersebut.
Ditambahkannya, kekayaan hayati ini sebagian besar belum digali dan dikaji hingga tak bisa dimanfaatkan maksimal.
Dalam rangka pencarian dan pemanfaatan senyawa kimia yang terkandung
dalam sumberdaya hayati tersebut diperlukan penelitian yang terencana
dan berkelanjutan.
Para ilmuan dari berbagai lembaga riset dan perusahaan obat besar dunia
berusaha menemukan senyawa baru dari hutan tropis termasuk hutan
gambut tropika Kalteng, terutama untuk mengobati penderita kanker atau
HIV, karena hutan tropika ini menyimpan senyawa organik terbesar di
dunia, katanya.
obat-obatan dari tanaman khas Kalteng
SELUANG BELUM KALTENG DAN MITOS KEPERKASAAN LELAKI
Oleh Hasan Zainuddin
“Ingin disayang isteri, ingin disayang isteri, coba minum air rendaman
akar ini” kata seorang penjual obat-obatan tradisional khas Suku Dayak
Kalimantan Tengah (Kalteng).
Dengan suara lantang, seorang pemuda berkuncir ini selalu mempromosikan
kepada siapa saja yang berada di depan masuk kantor Pos Besar Kota
Palangkara, karena pemuda ini setiap hari menggelar dagangannya di
lokasi tersebut.
Dibantu oleh seorang ibu, pedagang obat-obatan tradisional ini menggelar
dagangan dengan cara mencolok persis di sisi masuk kantor Pos Besar
itu.
“Bapak ingin sembuh dari penyakit liver minum air seduhan akar kuning
ini, bapak ingin sembuh penyakit kanker minum air rebusan sarang semut.
Tetapi kalau bapak ingin disayang isteri ambilah akar seluang belum,”
kata si pemuda seraya mengambil sepotong akar kayu sambil mengangkatnya
ke atas kepala.
Beberapa pengunjung kantor Pos Besar tertarik dengan promosi penjual
obat-obatan tradisional tersebut, salah seorang bapak menanyakan harga
akar saluang belum tersebut dijawab oleh pedagang Rp50 ribu per potong.
“Ini terlalu mahal, biasanya saya beli hanya 20 ribu,” kata Bapak
tersebut. Setelah tawar menawar akhirnya satu potong akar kayu saluang
belum itu dijual juga Rp20.000,.
Bapak tersebut ternyata bernama Darung, menceritakan mengenai khasiat akar tersebut yang menurutnya memang berkhasiat.
Darung warga asli Suku Dayak yang kini tinggal di Kota Palangkaraya,
sebelumnya ia warga pedalaman yang sudah terbiasa mengonsumsi air
rendaman akar saluang belum.
“Saya memang sudah sering minum air rebusan ini, selain meningkatkan
gairah seks, air ini juga menguatkan pinggang, melancarkan air kencing,
sekaligus badan rasanya enak setelah meminumnya,” kata Darung.
Berdasarkan catatan, saluang belum (Lavanga sarmentosa (Blume kurz)
memang satu jenis tanaman yang terdapat di hutan Kalteng yang sudah lama
memunculkan mitos sebagai obat kuat lelaki, lantaran terbukti
mengandung bahan yang mampu meningkatkan keperkasaan kaum lelaki
tersebut.
Adanya senyawa di dalam tumbuhan saluang belum mampu meningkatkan
vitalitas kaum lelaki setelah dilakukan penelitian seksama, kata Ketua
Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya (Unpar), Kalteng, Prof. DR
H.Ciptadi, Kamis (20/8).
Ia menjelaskan, tumbuhan ini memang sejak lama dimanfaatkan warga
Kalteng sebagai obat tradisional, yaitu untuk menyembuhkan sakit
pinggang, sakit ginjal, dan sebagai menambah vitalitas.
Caranya hanya mengkonsumsi air rebusan dari akar tumbuhan saluang belum
tersebut, tutur Doktor (S3) Kimia Biomolekul di ENSCM Universitas
Montpellier II-Perancis, lulus tahun 2003 ini.
Melihat kenyataan itu, maka pihak Lembaga Penelitian Unpar mencoba
melakukan penelitian terhadap tanaman yang cukup dikenal di wilayah
Kalteng tersebut.
Tahap awal penelitian dilakukan isolasi, identifikasi dari akar tumbuhan
saluang belum dengan ekstraksi menggunakan pelarut kloroform dan etanol
yang dapat memisahkan komponen-komponen senyawa metabolit sekunder.
Selanjutnya dilakukan kromatografi lapis tipis untuk mengetahui jumlah
komponen senyawa yang ada pada kedua ekstrak tersebut, kemudian
dilakukan pemurnian dengan kromatografi kolom.
Tahap berikutnya dilakukan uji bioktivitas dengan brine shrimp, dan
untuk senyawa yang aktif akan dilakukan penelitian tahap berikutnya
yaitu uji pra klinik dengan spektroskopi IR, UV,MS, 13 C-NMR dan 1
H-NMR, tuturnya.
Berdasarkan uji fitokimia kandungan metabolit sekunder untuk kedua
ekstrak tersebut adalah positif untuk steroid dan flavonoid, dan dari
analisis brine shrimp dari kedua ekstrak tersebut menunjukkan senyawa
aktif dengan Lc 50 < 100 g/ml.
Penelitian ini masih terus dilanjutkan untuk membuat formula yang tepat
dan kemungkinan ditambahkannya tumbuhan yang lain, yang dapat mendukung
khasiatnya.
Menurut dosen Senior Unpar yang juga lulus Magister (S2) Biokimia di
Institut Teknologi Bandung tahun 1991 ini, pemanfaatan tradisional
terhadap kandungan senyawa tersebut cukup dengan merebut akar salung
belum setiap hari cukup segelas air rebusan.
Tidak boleh meminumnya secara berlebihan, sebab kalau berlebihan bisa
membahayakan kesehatan pula, tutur dosen kelahiran Sukoharjo (Solo), 13
Janujari 1960 itu.
Hasil-hasil penelitian yang dilakukannya itu berusaha dipatenkan, agar tidak diakui pihak lain.
Pusat Penelitian Unpar segera mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual
(HAKI) atau paten, beberapa jenis obat hasil penelitian, agar dapat
dilindungi oleh undang-undang.
Menurutnya beberapa obat tradisional yang berasal dari tumbuhan Kalteng
di antaranya salung belum telah menjalani proses penelitian, sehingga
dapat dipastikan kegunaannya, dan dapat dilaporkan.
Jembatan Tumbang Nusa, Kalteng merupakan jembatan menyeberangi rawa
terpanjang di tanah air, 7 kilometer, saingannya hanya ada di India
sepanjang 17 kilometer.
Pembangunan jalan layang ini dimulai sejak tahun 2000 telah selesai pengerjaannya pada 14 Juni 2006.
Jalan layang Tumbang Nusa dibangun sebagai solusi atas permasalahan
transportasi darat yang terjadi di daerah tersebut yang sering banjir
dan rawan kemacetan. Hal ini disebabkan pada segmen antara Km 35 – Km 42
di ruas jalan penghubung utama antara Provinsi Kalimantan Tengah
(Palangkaraya) dan Kalimantan Selatan (banjarmasin) ini berada pada
dataran rendah dan daerah rawa di antara Sungai Kahayan, Sungai Sebangau
dan Sungai Kapuas.
Apabila sungai-sungai ini meluap, segmen ini dipastikan tergenang banjir
dan terendam air sedalam 1 – 1,5 m dengan lama genangan 15 – 30 hari,
dengan frekuensi 3 – 4 kali setiap tahun.
Jalan layang ini menggunakan desain konstruksi Piled Slab dengan metode
End Bearing dengan menggunakan tiang pancang hingga mencapai tanah
keras. Desain dan metode tersebut digunakan karena lokasi pembangunan
jalan berada pada deposit tanah gambut yang ketebalan 3 – 11 m. Dengan
tanah dasar seperti ini, dapat mengakibatkan penurunan badan jalan yang
cukup besar.
Selama proses pengerjaan jalan Layang Tumbang Nusa telah terjadi 3 kali
banjir, sehingga mengganggu aktivitas pembangunan. Total biaya yang
dipergunakan untuk membangun jalan layang ini mencapai Rp 147 milyar,
yang bersumber dari dana APBN Rp 139 milyar dan APBD Rp 8 milyar.
Setelah jembatan ini selesai maka ada penghematan waktu tempuh dari
Palangkaraya ke Banjarmasin dan sebaliknya, dari 8 jam menjadi 4 jam.
RATUSAN EKOR KELALAWAR BESAR DIPERJUALBELIKAN UNTUK KONSUMSI
Palangka Raya,14/5 (ANTARA)- Ratusan ekor kelalawar besar atau yang
disebut masyarakat dengan kaluang (kalung) diperjual belikan untuk
konsumsi oleh sebagian warga Kota Palangka Raya, ibukota Provinsi
Kalimantan Tengah (Kalteng).
Penjualan hewan terbang malam hari tersebut terlihat dipersimpangan
Jalan Willem A.Samat, mudah terlihat oleh penumpang kendaraan bermotor,
demikian di laporkan dari Kota Palangka Raya, Kamis.
Terdapat beberapa orang penjual hewan tersebut, salah seorang diantara
bernama Misdan, Pemuda Suku Dayak yang mengaku profesi menjual hewan
tersebut sudah cukup lama.
Menurut Misdan, ia menjual ratusan ekor kalung perhari tersebut setelah
diperolehnya kalung itu dari hutan kawasan Bukit Tangkiling yang relatif
tak terlalu jauh jaraknya dari Kota Palangka Raya.
“Hari ini saja saya sudah jual 115 ekor, belum lagi pedagang yang lain,
membuktikan daging hewan ini cukup diminati,” kata Misdan seraya
memperlihatkan seekor kalung ukuran besar.
Menurut Misdan, daging kalung bagi penduduk Kalteng merupakan makanan
yang sedap, lebih sedap ketimbang daging burung atau bebek.
Daging kalung bewarna merah itu, boleh dibuat menu apa saja, boleh
dibuat makanan kare, dibuat gorengan, atau dibakar begitu saja, sama
saja sedapnya.
Diminatinya daging kalung karena bukan hanya enak tetapi oleh mereka
yang menyukai daging ini ternyata berkhasiat obat, seperti obat asma,
obat pedarahan, atau sangat baik bagi ibu yang baru melahirkan.
Kalau ibu baru melahirkan terkena penyakit yang dalam bahasa Dayak
disebut “Maruyan” (badan panas dingin cukup mengkonsumi daging kalung,
maka penyakit itu akan sembuh,” kata Misdan seraya dianggukkan pedagang
kalung yang lain.
Misdan menjual satu ekor kalung dengan harga Rp30 ribu per ekor, bila ia
berhasil menjual ratusan ekor maka akan mengantongi uang jutaan rupiah.
Pembeli ada yang membawanya begitu saja terhadap kalung yang dibeli dari
Misdan ada pula pembeli yang minta bersihkan, yaitu dengan membuang
perut, membuang kulit dan paruhnya sampai bersih dan gading hewan
dipotong-potong hingga siap dimasak.
Menurutnya penangkapan kalung dimalam hari menggunakan jaring besar dan dilakukan beberapa orang.
Penangkapan hewan ini oleh penduduk setempat tidak masalah lantaran
populasi hewan itu masih banyak dihutan, malah dianggap hewan penggangu
tanaman buah-buahan.
“Banyak warga bersyukur penangkapan hewan ini, karena bila gerombolan
hewan ini terjun ke pohon buah rambutan, langsat, atau buah apa saja
maka dengan sekedap buah dipohon akan habis,” katanya.

sungai Kahayan membelah Kota Palangka Raya
Palangkaraya: Juhu Singkah adalah makanan khas masyarakat Dayak,
Kalimantan Tengah, yang sangat lezat. Makanan ini bisa dijumpai di Kota
Palangkaraya, Kalteng. Makanan yang terbuat dari umbut rotan ini lebih
lezat bila dipadukan dengan ikan betok. Umbut rotan diperoleh warga
dengan mencarinya di sekitar hutan tempat mereka tinggal.
Seperti dilakukan Aryani, warga setempat. Ia bersama saudaranya
menyisir pinggiran hutan mencari batang rotan menggunakan sampan kecil.
Bagi sebagian masyarakat Dayak, mencari singkah atau umbut rotan adalah
pekerjaan sehari-hari. Dengan cekatan Aryani memotong dan membuang
durinya. Di rumah, Aryani mengupas rotan muda ini untuk diambil umbutnya
yang berwarna putih dan terasa lembut. Inilah yang akan dijadikan menu
juhu singkah.(AIS)
Palangka Raya – Tidak hanya dijadikan berbagai kerajinan, rotan ternyata
bisa dimasak. Batang rotan muda dapat diolah menjadi masakan gulai.
Enak juga dilalap dengan sambal. Rotan yang ditanam di hutan-hutan
Palangka Raya, Kalimantan Tengah, ini dijual di pasar tradisional.
Seikat rotan berisi 5 batang dijual seharga Rp 5.000. Batang rotan muda
yang dikenal dengan nama Umbut Rotan ini dapat diolah menjadi masakan
khas suku Dayak, Kalimantan Tengah, yang bercita rasa tinggi. Bisa
digulai dengan campuran ikan, bisa disayur asam, dan dilalap. Tinggal
pilih sesuai selera! Ada tips khusus untuk mengolahnya. Agar
menghilangkan rasa pahit, rotan harus direbus dahulu sebelum diolah
menjadi aneka masakan. “Enak rasanya kok, pahit sedikitlah. Saya suka
gunakan untuk campuran gulai ikan Patin,” kata istri Bupati Gunung Mas
Djudae Anom, Komalasari di kediamannya Kecamatan Kuala Kurun, Kabupaten
Gunung Mas, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Rabu 22 Agustus 2007. Sri,
seorang warga Gunung Mas, mengaku kerap mengolah rotan untuk disayur
asam. “Kalau saya suka rotan kuah bening. Bumbunya seperti sayur asam.
Segar, apalagi pakai sambal. Enak juga dilalap dengan sambal loh.
Rasanya sedikit pahit dari daun pepaya,” ujar Sri. Nah… jika tidak mau
repot-repot memasak. Sayur rotan dapat dinikmati di rumah makan khas
Dayak. Sayur rotan kuah kuning jadi menu andalan warung Samba milik H
Bidong, Jalan RTA Milino nomor 15 Palangka Raya. Semangkok sayur rotan
yang dicampur dengan talas ini plus sambal dijual seharga Rp 5.000.
Namun jika campurannya ikan, harganya lebih mahal, berkisar Rp 20.000.
Rasanya… hmmmm enaaak! Batang rotannya empuk mirip rebung (batang
bambu). Rasa kuahnya mirip sayur lodeh. “Saya memasak 150 batang rotan
per hari. Saya bumbu kuning dengan bawang merah, bawang putih, kunyit,
kemiri, sereh dan laos. Nggak pakai santan. Kemirinya dibanyakin, kunyit
dikit saja. Tambahkan terong asam. Siang hari sayur ini sudah habis,”
kata juru masak membuka rahasianya. “Saya suka sekali sayur rotan. Lezat
sih dan harganya pun sesuai kantong,” kata Hamid, pelanggan warung
Samba. Nyaammm… (aan/sss/detik News)

burung enggang
di Kalteng, banyak dijumpai ekosistem air hitam, seperti yang terlihat di foto ini
GAMBUT TROPIKA KALTENG MILIKI KEKAYAAN HAYATI UNIK
Palangkaraya, 22/8 (ANTARA)- Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) boleh
berbangga memiliki hamparan luas lahan gambut tropika yang memiliki
kekayaan hayati dan non hayati melimpah.
Lahan gambut tropika memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri
dibandingkan lahan lainnya, menurut seorang peneliti senior, Universitas
Palangkaraya (Unpar) Kalteng, Prof DR H. Ciptadi, MS di Palangkaraya,
Sabtu.
Kekayaan hayati di lahan gambut tropika Kalteng dibuktikan dengan
“biodiversity” (keanekaragaman hayati) yang sangat besar, kata Doktor
(S3) Kimia Biomolekul di ENSCM Universitas Montpellier II-Perancis,
lulus tahun 2003 ini.
H. Ciptadi yang dikenal sebagai Ketua Lembaga Penelitian Unpar ini
menyebutkan di Taman Nasional (TN) Tanjung Puting, Kabupaten
Kotawaringin Barat (Kobar) dan Sungai Sebangau terdapat sedikitnya 310
spesies tanaman.
Disana juga terdapat fitoplankton yang hanya hidup dan berada di kawasan ekosistem air hitam (black water ecosystem).
“Sumber Daya Alam (SDA) Kalteng melimpah ruah, kekayaan ini harus kita jaga dan hendaknya dikelola dengan baik,” katanya.
Jenis-jenis tumbuhan dari berbagai ekotipe hutan tropis Kalteng
hendaknya didata secara lengkap, seperti penyebaran, penggunaan
tradisional, kandungan kimia dan aktivitas biologisnya.
Disamping itu, kata guru besar bidang biokimia/kimia organik Unpar ini,
dirasa perlu kaderisasi peneliti untuk bisa melanjutkan estafet
penggalian dan pengembangan biota Kalteng, khususnya yang terkait
dengan aktivitas biologis yang dimiliki tumbuhan tersebut.
Ditambahkannya, kekayaan hayati ini sebagian besar belum digali dan dikaji hingga tak bisa dimanfaatkan maksimal.
Dalam rangka pencarian dan pemanfaatan senyawa kimia yang terkandung
dalam sumberdaya hayati tersebut diperlukan penelitian yang terencana
dan berkelanjutan.
Para ilmuwan dari berbagai lembaga riset dan perusahaan obat besar
dunia berusaha menemukan senyawa baru dari hutan tropis termasuk hutan
gambut tropika di Kalteng, terutama untuk mengobati penderita kanker
atau HIV, karena hutan tropika ini menyimpan senyawa organik terbesar di
dunia, katanya.
sumber :
http://hasanzainuddin.wordpress.com/unik-dan-khas-dari-kalteng/